Jumat, 13 Desember 2013

Berkumpul dan Berjamaah, bukan Berkerumun (1)

Oleh: Sholih Hasyim

FAKTA  historis telah banyak membuktikan bahwa dari pertemuan informal –bahkan forum-forum kecil—jika dilakukan dengan tulus ikhlas, tanpa pamrih terbukti melahirkan banyak  lompatan pemikiran yang strategis dan spektakuler. Sementara sering pertemuan-pertemuan dengan motiv yang kurang tulus dan tidak karena Allah Subhanahu Wata’ala tidak menghasilkan apa-apa. Sehingga, tatap muka, kedekatan fisik hanya sekedar formalitas dan kering dari makna.Tidak menjawab masalah yang sedang dan akan kita hadapi.
Membangun komitmen berjamaah/kebersamaan seseungguhnya refleksi dari keimanan. Dalam al-Quran tidak ada satu pun ayat yang diserukan kepada orang beriman secara individu (infiradi), tetapi secara sosial (jama’i). “Ya ayyuhalladzina amanu”, tidak “ya ayyuhal mukmin”. Manusia pada dasarnya adalah makhluk social (makhluk madani). Bahkan sesungguhnya inti keislaman kita di antaranya diukur dari ketrampilan dalam menjalin komunikasi (ad Din huwal mu’amalah).
Ketika pergaulan yang kita bangun selama ini (bermu’amalah dan bermua’asyarah), tidak melahirkan kultur ta’aruf (saling kenal-mengenal), tafahum (saling memahami), ta’awun (saling bersinergi), tarahum (saling menyayangi), takaful (saling menanggung), ta-akhi (saling bersaudara), al Mawaddah fil Qurba (kecintaan kekerabatan), sesungguhnya kita membangun ikatan yang  paling lemah dan sangat rapuh.
لْأَخِلَّاء يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az Zuhruf (43) : 67).
Sebaliknya, jika ikatan kita dibangun dengan dasar aqidah/mabda’ (prinsip), maka kita akan mengadakan reuni di surga kelak. Sebuah ikatan  mulia di dunia ini, yang akan berlanjut hingga pada kehidupan akhirat.
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُم مِّنْ عَمَلِهِم مِّن شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ
“Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS. Ath Thur (52) : 21).
Maksudnya, anak cucu mereka yang beriman itu ditinggikan Allah derajatnya sebagai derajat bapak- bapak mereka, dan dikumpulkan dengan bapak-bapak mereka dalam surga.
Interaksi kepemimpinan antara imam dan makmum akan terlepas di akhirat kelak. Kecuali kepemimpinan yang diikat oleh keimanan dan ketakwaan.
Bahkan, antara dipimpin dan yang dipimpin akan saling mengutuk dan melaknat.
Dan mereka berkata;:"Ya Tuhan kami, Sesungguhnya kami Telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).  Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar." (QS. Al Ahzab (33): 67-68)
Kita tidak ada artinya tanpa keterlibatan orang lain. Apa pun potensi dan kelebihan kita. Kita tidak mungkin melakukan segala-galanya dan tidak mengetahui segala-galanya sendirian. Batu batu menjadi berharga jika bergabung dengan unsur bangunan lain dalam struktur bangunan.
Menurut Syaikh Sayid Sabiq  dalam karya tulisnya “ ‘Anashirul Quwwah Fil Islam “ bahwa di antara unsur kekuatan dalam Islam disamping kesatuan aqidah, ibadah, akhlak, tujuan,  adalah kekuatan berjamaah.
Kita berkumpul karena ikatan prinsip (ijtama’ana ‘alal mabadi). Kita bergabung karena ikatan tauhid Laa Ilaaha Illah Muhammadurrasulullah. Inilah yang disebut kalimat tsabitah. Kalimat yang meneguhkan. Jika dihayati kandungannya dan diamalkan akan menjadikan pelakunya memiliki keimanan yang teguh, kuat. Bagaikan batu karang di tengah samudra. Tahan uji terhadap hempasan gelombang yang menghantamnya. Bukan sekedar ikatan geografis (territorial).
يُثَبِّتُ اللّهُ الَّذِينَ آمَنُواْ بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللّهُ مَا يَشَاءُ
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang dia kehendaki.” (QS. Ibrahim (14) : 27).
Yang dimaksud ucapan-ucapan yang teguh di sini ialah kalimatun thayyibah yang disebut dalam ayat 24 di atas.
Jika kita berkumpul hanya karena ikatan kerja/dinas, maka apa bedanya dengan al-Majmu’ah (bergerombol, berkerumun). Dan ikatan yang dibangun atas dasar kepentingan duniawi, akan melahirkan permusuhan. Sebagaimana kamus kehidupan sosial sekuler, Tidak ada pertemanan abadi, yang abadi hanyalah kepentingan.
 Sebagaimana komunitas Yahudi, mereka bersama-sama tetapi tidak ada sikap kerjasama. Secara lahiriyah tampak kompak, tetapi di dalam hatinya memiliki agenda-agenda tersembunyi.
لَا يُقَاتِلُونَكُمْ جَمِيعاً إِلَّا فِي قُرًى مُّحَصَّنَةٍ أَوْ مِن وَرَاء جُدُرٍ بَأْسُهُمْ بَيْنَهُمْ شَدِيدٌ تَحْسَبُهُمْ جَمِيعاً وَقُلُوبُهُمْ شَتَّى ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْقِلُونَ
“Mereka tidak akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok. permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka bercerai-berai. yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti.” (QS. Al Hasyr (59) : 14).
Aku berlindung kepada Allah subhanahu wa ta’ala dari kekhusyuan orang munafik (al Hadits).
Yakni, orang munafik khusyu’ secara lahiriyah, tetapi di dalam hatinya menyembunyikan keingkaran dan kedurhakaan.*
Penulis adalah kolumnis hidayatullah.com, tinggal di Kudus, Jawa Tengah

sumber: http://www.hidayatullah.com/read/2013/12/12/7727/berkumpul-dan-berjamaah-bukan-berkerumun-1.html
Load disqus comments

0 komentar