Selasa, 21 April 2015

PENYANDANG DISABILITAS, SATU SISI KEHIDUPAN YANG TERLUPAKAN

Persoalan disabilitas selama ini masih dipandang hanya sebagai masalah individual saja, bukan merupakan isu yang saling terkait antara berbagai sektor dalam pembangunan serta kehidupan Masyarakat dan bernegara. Disabilitas yang sering dikenal dengan istilah difabel atau Penyandang disabilitas merupakan salah satu isu kelompok marginal yang seringkali terlupakan dalam kehidupan kita sehari-hari.

Difabel adalah salah satu kelompok terpinggirkan terbesar di dunia yang besarnya 15 persen dari total penduduk dunia. Di Temanggung sendiri, jumlah penyandang disabilitas mencapai angka enam ribu lebih. Karena itulah kesetaraan, perlindungan dan pemenuhan penyandang disabilitas di Kabupaten Temanggung perlu di atur dalam sebuah Peraturan Daerah.

Dalam bahasa pergerakan, pencapaian kesetaraan hak asasi manusia, merupakan isu lintas sektoral dan tentunya melibatkan semua elemen Masyarakat dan Negara, tidak terkecuali tokoh Masyarakat, tokoh agama dan tokoh politik ataupun publik figure lain yang selama ini berkontribusi dalam “membentuk” perspective, cara pandang dan sikap terhadap persoalan “difabel atau disabilitas” tersebut. Ada perbedaan yang mendasar ketika isu disabilitas dipandang sebagai stigma yang melahirkan perlakuan-perlakuan diskriminatif dalam segala bidang kehidupan Masyarakat sampai pada unit terkecil masyarakat yakni keluarga difabel itu sendiri. Ketika isu disabilitas dipandang sebagai bagian entititas kemanusiaan yang memang “exist” dalam kehidupan dan dihargai sebagai sebuah perbedaan, dan dimaknai sebagai salah satu bentuk keberagaman atau bagian dari nilai-nilai pluralism, maka komunitas difabel diakui sebagai manusia yang bermartabat dan memiliki hakekat kemanusiaan yang sama dan setara dengan warga negara lainnya dimanapun dia berada. Namun realitasnya, difabel sebagai komunitas yang besar jumlahnya di Temanggung ini; keberadaannya belum menjadi salah satu bentuk keberagaman atau diversity dari budaya, cara pandang dan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan yang ada.

Pastinya, tidak seorangpun di dunia ini mau menjalani hidupnya dengan kekurangan baik secara fisik, sosial maupun mental. Bahkan ketika mereka lahir pun, tidak seorangpun “mau diminta atau ditawari” untuk menjadi difabel seumur hidupnya. Penolakan-penolakan menjadi difabel ini nyata adanya sejak bayi dalam kandungan bahkan sampai mati. Hal ini berakibat, adanya tindakan-tindakan diskriminasi di segala bidang kehidupan yang akan dialami difabel tersebut seumur hidupnya. Tindakan-tindakan diskriminasi tersebut mulai bersumber pada unit terkecil yakni keluarga, kemudian Masyarakat yang memiliki nilai-nilai social-budaya dan agama yang dianut, dan masih berlanjut pada diskriminasi yang dilakukan oleh Negara dalam hal ini produk kebijakan, hukum dan perundang-undangan.

Disabilitas masih saja dipandang sebagai suatu kekurangan atau kelemahan pada seseorang, dan pendekatannya pun lebih banyak melihat pada sisi medis, sehingga istilah yang digunakan adalah penyandang cacat. Seharusnya disabilitas lebih dipandang dari sisi sosial, yaitu sebagai suatu keragaman manusia. Adapun hambatan merupakan akibat dari kondisi lingkungan sekitar yang tidak memadai. Oleh karena itu, pemenuhan hak penyandang disabilitas seharusnya bukan menjadi sekedar belas kasihan belaka (charity based) tetapi merupakan bentuk dari pemenuhan hak asasi manusia (human rights based), yang juga sekaligus hak asasi seorang warga negara.

Pembahasan Raperda Kabupaten Temanggung tentang perlindungan hak-hak penyandang disabilitas ini sangat mendesak untuk dilakukan, baik dilihat dari sisi filosofis, sosiologis, yuridis, maupun politis. Dengan akan disyahkannya Perda ini, harapannya akan menjadi payung hukum segala kebijakan yang akan terbentuk terakait dengan penghormatan, perlindungang, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas.

Terakhir, pembentukan Peraturan Daerah ini sejatinya merupakan investasi bagi semua masyarkat Indonesia, termasuk para pembentuk Perda, karena kondisi disabilitas pada seseorang tidak hanya dirasakan pada usia muda, karena suatu kondisi dari lahir atau karena suatu kecelakaan, tetapi juga terjadi pada usia tua, dan semua orang berpotensi mengalaminya. Oleh karena itu, jaminan atas penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan penyandang dsaibilitas sudah merupakan tantangan global yang harus segera direspon dan direalisasikan oleh kita bersama.

Oleh Elinawati, Aleg DPRD PKS, Kabupaten Temanggung


Load disqus comments

0 komentar