Jumat, 15 Februari 2013

KPK Terjerat Janji Politik di Senayan

INILAH.COM, Jakarta - Bocornya surat
perintah penyidikan (Sprindik) Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk
Ketua Umum Partai Demokrat Anas
Urbaningrum disinyalir memang
kesalahan KPK. Sebab, institusi tindak
kejahatan korupsi itu sepertinya terjerat
janji politik di Parlemen.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas
Muhammadiyah, Khairul Huda mengatakan,
dalam beberapa kasus memang pimpinan
KPK seperti terpecah belah dalam setiap
penetapan tersangka. Ini bisa terjadi karena
dalam mengusut satu kasus, KPK
melakukannya berdasarkan kepentingan-
kepentingan politik tertentu.
Kata Khairul, pimpinan KPK ketika dipilih
memiliki hutang politik kepada para politisi
di Senayan yang memilihnya. Sehingga
membuat pemberantasan korupsi pun
dilakukan berdasarkan hutang politik dan
bukan berdasarkan alat bukti.
“Inilah kalau penegakan hukum dilakukan
berdasarkan janji politik. Padahal untuk
menyelesaikan satu kasus harus didasarkan
pada alat bukti dan bukan janji para
pimpinan KPK kepada politisi di Senayan itu.
Makanya tidak jarang KPK sering menabrak
aturannya sendiri dan nyelonong saja dalam
upayanya menyelesaikan satu kasus,” kata
Khairul, ketika dihubungi wartawan, Jakarta,
Kamis (14/2/2013).
Misalnya, kata Khairul, kasus korupsi
pembangunan pusat pelatihan dan
pendidikan olahraga, di Bukit Hambalang,
Bogor, Jawa Barat, yang diduga melibatkan
Anas Urbaningrum, institusi tindak kejahatan
korupsi itu juga terlihat kembali mengulangi
kesalahan-kesalahan yang pernah dibuatnya
dengan melanggar standar operating
procedure (SOP) yang mereka buat sendiri.
Dengan pelanggaran SOP ini maka semuanya
pun menjadi simpang siur dan tidak jelas
sendiri untuk KPK.
”Seharusnya kan sprindik itu memang
dikeluarkan setelah ada gelar perkara. Tapi
dalam kasus ini KPK berusaha melanggar
aturan yang dibuatnya sendiri yang bisa
dilihat dari sprindik yang bocor itu. Ini
kembali mengulangi kasus serupa seperti
kasus Bank Century yang langsung
menetapkan tersangka sebelum ada gelar
perkara,” imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua KPK,
Adnan Pandu Praja mengakui ikut
memberikan paraf dan memberikan
persetujuan untuk menjadikan Ketua Umum
PD,Anas Urbaningrum menjadi tersangka
dalam kasus Hambalang.Tapi Adnan
kemudian membatalkan hal itu karena
menurutnya nilai gratifikasi itu dibawah Rp1
miliar.
"Untuk kasus Harrier sudah memenuhi
unsur, tapi nilainya dibawah Rp1 miliar,"
kata Adnan, beberapa waktu lalu.
Sementara berdasarkan Undang-Undang
(UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(Tipikor), KPK menangani tindak pidana
korupsi minimal Rp1 miliar. Karenanya,
Adnan menilai, penanganan kasus tersebut
tidak berada di KPK. "Levelnya bukan KPK,"
katanya. [mes]

Sumber:m.inilah.com/read/detail/1958218/kpk-terjerat-janji-politik-di-senayan

Load disqus comments

0 komentar