Sabtu, 20 April 2013

FAHM


Wahai saudaraku yang tulus ... !
Yang saya maksud dengan fahm (pemahaman) adalah bahwa engkau yakin bahwa
fikrah kita adalah 'fikrah islamiyah yang bersih'. Hendaknya engkau memahami Islam,
sebagaimana kami memahaminya dalam batas-batas ushul al-'isyrin (dua puluh prinsip)
yang sangat ringkas ini:
1.  Islam adalah sistem yang menyeluruh, yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia
adalah negara dan  tanah air,  pemerintah dari  umat,  akhlak dan kekuatan,  kasih
sayang dan keadilan,  peradaban dan undang-undang,   ilmu dan peradilan,  materi
dan kekayaan alam,  penghasilan dan kekayaan  jihad dan dakwah,  pasukan dan
pemikiran, sebagaimana juga ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar,
tidak kurang dan tidak lebih.
2.  Al-Qur'an yang mulia dan Sunah Rasul  yang suci  adalah  tempat  kembali  setiap
muslim  untuk  memahami   hukum-hukum  Islam.   Ia   harus  memahami  Al-Qur'an
sesuai   dengan  kaidah-kaidah  bahasa  Arab,   tanpa  takalluf  (memaksakan   diri)
  dan
ta'assuf (serampangan). Selanjutnya ia memahami Sunah yang suci melalui rijalul
hadits (perawi hadits) yang terpercaya.
3.  Iman   yang   tulus,   ibadah   yang   benar,   dan   mujahadah   (kesungguhan   dalam
beribadah) adalah cahaya dan kenikmatan yang ditanamkan Allah di hati hamba-
Nya   yang  Dia   kehendaki.   Sedangkan   ilham,   lintasan   perasaan,   ketersingkapan
(rahasia alam), dan mimpi, ia bukanlah bagian dari dalil hukum-hukum syariat. Ia
bisa  juga dianggap dalil  dengan syarat   tidak bertentangan dengan hukum-hukum
agama dan teks-teksnya.
4.  Jimat, mantera, guna-guna, ramalan, perdukunan, penyingkapan perkara ghaib, dan
semisalnya,  adalah kemunkaran yang harus diperangi,  kecuali  mantera dari  ayat
Qur'an atau ada riwayat dari Rasulullah saw.
 Pendapat   imam  atau  wakilnya   tentang   sesuatu   yang   tidak   ada   teks   hukumnya,
tentang  sesuatu yang mengandung  ragam  interpretasi,  dan  tentang  sesuatu yang
membawa   kemaslahatan   umum,   bisa   diamalkan   sepanjang   tidak   bertentangan
dengan   kaidah-kaidah   umum   syariat.   Ia   mungkin   berubah   seiring   dengan
perubahan situasi, kondisi, dan tradisi setempat. Yang prinsip, ibadah itu diamalkan
dengan   kepasrahan   total   tanpa  mempertimbangkan   makna.   Sedangkan   dalam
urusan selain  ibadah (adat-istiadat),  maka harus mempertimbangkan maksud dan
tujuannya.
6.  Setiap   orang   boleh   diambil   atau   ditolak   kata-katanya,   kecuali   Al-Ma'shum
(Rasulullah) saw. Setiap yang datang dari kalangan salaf dan sesuai dengan Kitab
dan Sunah, kita terima. Jika tidak sesuai dengannya, maka Kitabullah dan Sunnah
RasulNya   lebih   utama   untuk   diikuti.   Namun   demikian,   kita   tidak   boleh
melontarkan   kepada   orang-orang   -oleh   sebab   sesuatu   yang   diperselisihkan
dengannya- kata-kata caci maki dan celaan. Kita serahkan saja kepada niat mereka,
dan mereka telah berlalu dengan amal-amalnya.
7.  Setiap muslim yang belum mencapai kemampuan telaah terhadap dalil-dalil hukum
furu'   (cabang),   hendaklah   mengikuti   pemimpin   agama.   Meskipun   demikian,
alangkah   baiknya   jika   -bersamaan   dengan   sikap  mengikutnya   ini-   ia   berusaha
semampu   yang   ia   lakukan   untuk   mempelajari   dalil-dalilnya.   Hendaknya   ia
menerima  setiap masukan yang disertai  dengan dalil   selama  ia percaya  dengan
kapasitas orang yang memberi masukan itu.  Dan hendaknya ia menyempurnakan
kekurangannya dalam hal ilmu pengetahuan Jika ia termasuk orang pandai, hingga
mencapai derajat pentelaah.
8. Khilaf dalam masalah fiqih furu' (cabang) hendaknya tidak menjadi faktor pemecah
belah dalam agama,   tidak menyebabkan permusuhan dan  tidak  juga kebencian.
Setiap   mujtahid   mendapatkan   pahalanya.   Sementara   itu,   tidak   ada   larangan
melakukan studi   ilmiah yang  jujur   terhadap persoalan khilafiyah dalam naungan
kasih sayang dan saling membantu karena Allah untuk menuju kepada kebenaran.
Semua itu tanpa melahirkan sikap egois dan fanatik.
9.  Setiap  masalah   yang   amal   tidak   dibangun   di   atasnya   -sehingga  menimbulkan
perbincangan   yang   tidak   perlu-   adalah   kegiatan   yang   dilarang   secara   syar'i.
Misalnya memperbincangkan berbagai hukum tentang masalah yang tidak benar-
H i m p u n a n  R i s a l a h _____________________________________________[ ↑ ]benar terjadi, atau memperbincangkan makna ayat-ayat Al-Qur'an yang kandungan
maknanya   tidak   dipahami   oleh   akal   pikiran,   atau  memperbincangkan   perihal
perbandingan   keutamaan   dan   perselisihan   yang   terjadi   di   antara   para   sahabat
(padahal masing-masing dari mereka memiliki keutamaannya sebagai sahabat Nabi
dan   pahala   niatnya)  Dengan   ta'wil   (menafsiri   baik   perilaku   para   sahabat)   kita
terlepas dari persoalan.
10. Ma'rifah   kepada  Allah   dengan   sikap   tauhid   dan   penyucian   (dzat)-Nya   adalah
setinggi-tinggi   tingkatan aqidah  Islam.  Sedangkan mengenai   ayat-ayat   sifat  dan
hadits-hadits   shahih   tentangnya,   serta   berbagai   keterangan  mutasyabihat   yang
berhubungan   dengannya,   kita   cukup  mengimaninya   sebagaimana   adanya   tanpa
ta'wil dan ta'thil,  serta tidak memperuncing perbedaan yang terjadi di antara para
ulama.   Kita   mencukupkan   diri   dengan   keterangan   yang   ada,   sebagaimana
Rasulullah saw. dan para sahabatnya mencukupkan diri dengannya.
"Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata,   'Kami  beriman kepada ayat-
ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami."' (Ali lmran: 7)
11.  Setiap bid'ah dalam agama Allah yang tidak ada pijakannya tetapi dianggap baik
oleh hawa nafsu manusia, baik berupa penambahan maupun pengurangan, adalah
kesesatan yang wajib diperangi dan dihancurkan dengan menggunakan cara yang
sebaik-baiknya, yang tidak justru menimbulkan bid'ah lain yang lebih parah.
12.  Perbedaan pendapat dalam masalah bid'ah idhafiyah)
, bid'ah tarkiyah)
, dan iltizam)
terhadap  ibadah  mutlaqah  (yang  tidak diterapkan,  baik cara maupun waktunya)
adalah perbedaan dalam. masalah fiqih. Setiap orang mempunyai pendapat sendiri.
Namun tidaklah mengapa jika. dilakukan penelitian untuk mendapatkan hakekatnya
dengan dalil dan bukti-bukti.
13.  Cinta kepada orang-orang yang shalih, memberikan penghormatan kepadanya, dan
memuji  karena perilaku baiknya  adalah bagian dari   taqarrub kepada Allah  swt.
Sedangkan para wali adalah mereka yang disebut dalam firman-Nya,
"Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka itu bertaqwa."
Karamah pada mereka itu benar terjadi jika memenuhi syarat-syarat syar'inya. itu
semua dengan  suatu keyakinan bahwa mereka  -semoga Allah meridhai  mereka-
tidak  memiliki  madharat   dan  manfaat   bagi   dirinya,   baik   ketika  masih   hidup
maupun setelah mati, apalagi bagi orang lain.
Ziarah kubur-kubur  siapa pun-  adalah sunah yang disyariatkan dengan cara-cara
yang diajarkan Rasulullah saw. Akan tetapi, meminta pertolongan kepada penghuni
kubur siapa pun mereka, berdoa kepadanya, memohon pemenuhan hajat (baik dari
jarak dekat  maupun dari  kejauhan),  bernadzar  untuknya,  membangun kuburnya,
menutupinya   dengan   satir,   memberikan   penerangan,   mengusapnya   (untuk
mendapatkan barakah),  bersumpah dengan selain Allah dan segala sesuatu yang
serupa   dengannya   adalah   bid'ah   besar   yang   wajib   diperangi.   juga   janganlah
mencari  ta'wil  (baca:  pembenaran) terhadap berbagai  perilaku itu,  demi  menutup
pintu fitnah yang lebih parah lagi.
15.  Doa, apabila diiringi tawasul kepada Allah dengan salah satu makhluk-Nya adalah
perselisihan furu'menyangkut tata cara berdoa, bukan termasuk masalah aqidah.
16.  Istilah ' (keliru) yang sudah mentradisi
)
  tidak mengubah hakekat hukum syar'inya.
Akan tetapi,  ia harus disesuaikan dengan maksud dan tujuan syariat itu,  dan kita
berpedoman dengannya. Di samping itu, kita harus berhati-hati terhadap berbagai
istilah yang menipu)
, yang sering digunakan dalam pembahasan masalah dunia dan
agama. lbrah itu ada pada esensi di balik suatu nama, bukan pada nama itu sendiri
.17. Aqidah adalah pondasi aktivitas; aktivitas hati lebih penting daripada aktivitas fisik
Namun,   usaha   untuk  menyempurnakan   keduanya  merupakan   tuntutan   syariat,
meskipun kadar tuntutan masing-masingnya berbeda.
18.  Islam  itu  membebaskan   akal   pikiran,  menghimbaunya   untuk  melakukan   telaah
terhadap alam, mengangkat derajat ilmu dan ulamanya sekaligus, dan menyambut
hadirnya segala sesuatu yang melahirkan maslahat dan manfaat.  "Hikmah adalah
barang   yang   hilang   milik   orang   yang   beriman   (mukmin).   Barangsiapa
mendapatkannya, ia adalah orang yang paling berhak atasnya. "
19.  Pandangan syar'i dan pandangan logika memiliki wilayahnya masing-masing yang
tidak dapat  saling memasuki  secara sempurna.  Namun demikian,  keduanya  tidak
pernah   berbeda   (selalu   beririsan)   dalam masalah   yang   qath'i   (absolut)  Hakikat
ilmiah yang benar tidak mungkin bertentangan dengan kaidah-kaidah syariat yang
tsabitah  (jelas).  Sesuatu yang  zhanni  (interpretable) harus ditafsirkan agar sesuai
dengan yang qath'i. Jika yang berhadapan adalah dua hal yang sama-sama zhanni,
maka pandangan yang syar'i lebih utama untuk diikuti sampai logika mendapatkan
legalitas kebenarannya, atau gugur sama sekali.
20.  Kita  tidak mengkafirkan  seorang muslim,  yang  telah mengikrarkan dua kalimat
syahadat, mengamalkan kandungannya, dan menunaikan kewajiban-kewajibannya,
baik   karena   lontaran   pendapat  maupun   karena   kemaksiatannya,   kecuali   jika   ia
mengatakan kata-kata kufur, mengingkari sesuatu yang telah diakui sebagai bagian
penting   dari   agama,   mendustakan   secara   terang-terangan   Al-Qur'an,
menafsirkannya dengan cara-cara yang  tidak sesuai  dengan kaidah bahasa Arab,
atau berbuat sesuatu yang tidak mungkin diinterpretasikan kecuali dengan tindakan
kufur
Apabila   seorang  muslim memahami   ajaran   agamanya   dengan   batasan   kaidah-
kaidah di  atas,  berarti   ia  telah mengetahui  makna syiarnya:   'Al-Qur'an adalah dustur
kami dan Rasul adalah qudwah kami."
Load disqus comments

0 komentar