Jumat, 17 April 2015

Ketika Semua karena Cinta


Di dalam sebuah hadis disebutkan bahwa apabila Allah mencintai seorang hamba maka Dia memanggil malaikat Jibril seraya berkata, “Sesungguhnya Allah mencintai si fulan, maka cintailah dia”. Maka malaikat Jibril pun ikut mencintai orang tersebut. Lalu, malaikat Jibril menyeru kepada penduduk langit, "Sesungguhnya, Allah mencintai si fulan, maka cintailah dia."

Hingga, penduduk langit pun mencintai orang tadi dan ia pun diterima di bumi. Kata cinta, merupakan tali yang kuat, ikatan jiwa yang tak tergoyahkan, dan energi dahsyat yang mengalahkan segala dendam angkara.

Kata cinta juga mampu menjadikan yang jauh menjadi dekat, yang sakit menjadi sembuh, dan kebencian menjadi kasih sayang tak ternilai.

Bagaimana bisa Nabi Muhammad SAW dikatakan tidak mencintai umatnya karena saat menjelang akhir hayatnya yang dipanggil-panggil adalah “umatku, umatku, umatku….”

Dengan ruh cinta karena Allah juga Nabi mendakwahkan Islam ke segenap pelosok jazirah Arab menerobos watak-watak keras Aus dan Khazraj hingga bersatu dan mampu menembus sikap keras Umar bin Khattab sampai menjadi manusia yang amat mudah menangis.

Serta, dengan aliran cinta ikhlas pula mampu meluluhkan hati para sahabatnya untuk rela mengorbankan jiwa raganya demi perjuangan Islam.

Nabi begitu merasakan apa yang dirasakan para sahabatnya, bukan sekadar simpati, melainkan lebih ke empati tak mengharap balas budi.

Allah pun mengabadikan di dalam ayat, ”Sungguh, telah datang kepada kalian seorang Rasul dari kaum kalian sendiri, berat terasa olehnya penderitaan kalian, sangat menginginkan keimanan dan keselamatan kalian, amat belas kasih lagi penyayang terhadap orang-orang beriman.” (QS at-Taubah [9]: 128).

Karena dasar cinta pula yang menjadikan Abu Bakar Ash-Shiddiq rela mendampingi Nabi berjalan ratusan kilometer berhijrah dari Mekkah menuju Madinah. Cinta itu pula yang merelakan kakinya digigit binatang berbisa demi keselamatan Nabi tercinta.

Nasihat tentang cinta kepada Nabi pula yang Nabi ajarkan kepada sahabatnya Umar bin Khattab. Suatu saat Umar berkata, “Wahai Rasul, demi Allah! Engkau lebih aku cintai daripada hartaku, keluargaku, dan orang tuaku, kecuali dari diriku sendiri. ”Lalu, Rasulullah segera menjawab, “Tidak begitu, Wahai Umar! Bahkan, aku harus lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri.”
 
Umar pun menyambutnya, “Jika begitu, Demi Allah! Engkau akan lebih aku cintai daripada diriku sendiri wahai Rasul!” Rasul pun bersabda, “Sejak saat ini, imanmu telah sempurna wahai umar!”

Atas dasar cinta pula, Gunung Uhud pun Nabi cintai seperti gunung itu mencintainya. Lingkungan sekitarnya pun amat beliau cintai, sehingga dalam kondisi peperangan pun beliau selalu berpesan kepada pasukannya agar tidak membakar fasilitas umum, tidak menebang pepohonan, tidak meruntuhkan gereja dan tempat ibadah umat lain, tidak membunuh pendeta, anak-anak, kaum ibu, dan orang-orang tua warga sipil.

Karena, beliau memang diutus untuk menebar cinta dan kasih sayang ke segenap alam semesta. (QS al-Anbiya [21]: 107).

Semoga, kita dapat ikut menerangi kegelapan dunia di episode jahiliyah akhir zaman ini dengan sedikit cinta yang mencerahkan karena Allah semata.

www.rol.co.id


Load disqus comments

0 komentar